Batu Bara l Garudari.co.id – Beberapa hari terakhir, ramai perbinjangan mengenai seorang kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 (SMK-N2) Lima Puluh di Pasir Permit, Batubara, berinisial PZ melakukan penamparan terhadap muridnya dengan alasan pendisiplinan. Aksi yang divideokan murid tersebut menuai kecaman dari masyarakat dan Aktivis.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melarang pemukulan siswa pada saat pembelajaran. Apalagi, Kemdikbud telah menerbitkan aturan yang melarang dan mencegah praktik-praktik kekerasan di sekolah. “Hukuman disiplin yang dilakukan oleh oknum guru apalagi seorang kepala sekolah, itu merupakan tindakan kekerasan yang dilarang”, ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemdikbud, Ari Santoso, seperti dikutip Antara, Sabtu (21/4/2024).
Kemdikbud mengimbau agar dinas pendidikan lebih aktif melakukan sosialisasi aturan-aturan terkait sekolah aman dari tindak kekerasan, baik kepada guru, siswa, maupun tenaga kependidikan. Terlebih, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyatakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun antar sekolah, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik.
Di sisi lain, Pasal 11 dan Pasal 12 Permendikbud 82 Tahun 2015 menyebutkan sanksi terhadap oknum pelaku tindak kekerasan dilakukan secara proposional dan berkeadilan sesuai tingkatan dan/atau akibat tindak kekerasan. “Untuk itulah potensi kekerasan di sekolah perlu dicegah, dan ditanggulangi dengan melibatkan berbagai unsur dalam ekosistem pendidikan. Di dalam peraturan menteri cukup jelas siapa saja yang terlibat, apa yang perlu dilakukan dan bagaimana cara-caranya”. Kata dia
Jami’ Nasution, ST dari Aktivis Lembaga Ruang Keadilan Rakyat Indonesia (LRKRI), juga menyayangkan kejadian seorang Kepala Sekolah SMK-N2 di Pasir Permit yang menampar muridnya di sekolah. Menurutnya, seorang tenaga pendidik seharusnya justru membimbing, mengayomi dan mendidik anak didiknya. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah melalui Undang-undang No. 35 Tahun 2014.
Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Selain itu, Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perlindungan Anak juga telah secara tegas mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 Juta, Ucap Jami’ Nasution.