GARUDARI.CO.ID, Batu Bara – Kekisruhan jelang Musyawarah Olahraga Kabupaten (Musorkab) KONI Batu Bara semakin menuai kontroversi bagaikan sebuah bola salju. Sejumlah pihak pun mempertanyakan mulai dari bentuk Musyawarah hingga legalitas Musorkab yang akan digelar di Aula Rumah Dinas Bupati Batu Bara, pada Selasa 1 Agustus 2023 besok.
Senin (31 Agustus 2023), media inipun mencoba untuk meminta tanggapan dari Ramadhan Zuhri, SH sebagai salah seorang Praktisi Hukum yang namanya sudah begitu cukup dikenal baik dikalangan masyarakat arus bawah maupun dikalangan Aparatur Sipil Negara di kabupaten Batu Bara.
Diawal menanggapi soal kekisruhan Musyawarah pemilihan calon orang nomor satu yang kelak akan memimpin Komite ke-olahragaan di Batu Bara, lebih dulu Zuhri menanyakan tentang siapa penyelenggara dalam Musyawarah dan bagaimana kapasitas serta kompetensi dari pihak penyelenggara dimaksud.
“Cara menakarnya sederhana saja, kalau yang melangsungkan atau sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam Musyawarah adalah seorang Carataker. Coba benar-benar dicek dan lihat dulu SK (Surat Keputusan) pengangkatan Carataker nya, lalu lihat apa yang diamatkan dalam tugas pokok dirinya sebagai Carataker”, ungkap Zuhri memberi saran.
Masih menurut Zuhri, biasanya Ketua aktif yang sudah di carataker walaupun hanya 1 jam sebelum masa jabatannya berakhir secara normatif. Itu berarti ada kesalahan fatal yang sudah dilakukan oleh yang bersangkutan dan bisa pula dianggap satu kegagalan. Berdasarkan peraturan yang tercantum dalam pasal 29 sampai pasal 36 UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi, ada mengatur tentang segala mekanisme dan wajib tetap berpedoman pada AD/ART dalam organisasi tersebut.
“Pedoman dasar organisasi tetap AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga), dan AD/ART dibuat harus berlandaskan Undang-undang. Secara garis besar untuk organisasi apapun, dan format susunan AD/ART biasanya tetap sama”, bilang Zuhri memberi penjelasan.
“Kalau seorang Ketua di carataker-kan, lalu selanjutnya disusul beberapa waktu kemudian dengan sebuah Musyawarah. Maka bentuk Musyawarah itu pantas untuk dipertanyakan dan dapat dipastikan bahwa ini pasti bukan merupakan Musyawarah biasa, tapi Musyawarah Luar Biasa atau Muslub. Sekarang muncul pertanyaan, jika Musyawarah yang diselenggarakan berbentuk Muslub atau Musorlubkab, pantaskah seorang Ketua ‘Gagal' merasa masih punya hak untuk dicalonkan atau mencalonkan dirinya kembali sebagai Calon Ketua”, tutupnya diiringi dengan senyum. (Tim)