Poto : ilustrasi
Penulis : Herdiansyah Fitra Joy Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh – Garudari.co.id |Pungutan liar (pungli) merupakan suatu tindakan pengenaan biaya di suatu tempat yang seharusnya tidak perlu dikenakan biaya. Dalam hal ini kasus pungli telah banyak terjadi hingga ke tingkat desa sekalipun. Kasus pungli sendiri sering terjadi dan dialami oleh masyarakat sa'at membuat surat di desa, mulai dari surat keterangan penduduk, surat keterangan ahli waris hingga surat keterangan miskin sekalipun. Pungli telah menjadi masalah bersama, bahkan presiden Jokowi pernah meminta polri untuk memberantas tindakan pungli dari segala sektor yang berpotensi terjadi pungutan liar tersebut, Jum'at (03/12/2021) .
Sebagai contoh kasus pungli yang melibatkan seorang oknum adalah salah seorang lurah di Tangerang yang terjadi pada agustus 2021 yang meminta uang kepada seseorang yang ingin mengurus surat keterangan ahli waris (kompas.com) ini merupakan suatu contoh yang sangat tidak baik pasalnya dalam kegiatan pengurusan surat di Desa tidak semestinya dibebankan biaya sebesar dan sekecil apapun itu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pungli senantiasa dapat terjadi kapanpun dan dimanapun ketika ada peluang. Untuk ditingkat desa, seringkali kita mendengar bahwasannya dalam pembuatan surat tidak sedikit dari masyarakat yang dikenakan biaya, ada yang diminta atau bahkan memberi secara sukarela oleh masyarakat dengan alasan untuk “uang cape” aparatur yang membuat surat tersebut, hal ini berdasarkan pengalaman dan temuan penulis. Maka dari itu, hal ini akan menjadi kebiasaan bagi aparatur desa untuk meminta “uang cape” mereka setiap pembuatan surat.
Menanggapi situasi seperti ini sebagai seorang mahasiswa tentu sangat menyayangkan akan peristiwa tersebut, karena tidak seharusnya pembuatan surat ditingkat desa harus dikenakan biaya. Sudah merupakan kewajiban bagi setiap desa untuk melayani masyarakatnya. Jangan sampai ini akan menjadi suatu kebiasaan atau budaya “tidak enak hati” masyarakat, sehingga lambat laun tanpa diminta pun mereka akan memberikan karena rasa “tidak enak hati” tersebut.
Saya berharap masyarakat harus menghilangkan kebiasaan ini, jikalaupun diminta tidak seharusnya memberi, kebiasaan memberi karena “tidak enak hati” Juga harus dihilangkan karena dapat berdampak pada masyarakat yang lain, jika diminta paksa maka harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib, agar birokrasi tingkat desa tetap bersih tanpa ada pungli, pembuatan surat di desa sudah merupakan kewajiban bagi desa untuk melayani, jangan sampai membuat surat keterangan miskin pun harus dikenakan biaya, hal tersebut dapat mengakibatkan yang miskin semakin miskin. Dalam mewujudkan good governance tentu tidak hanya melibatkan masyarakat saja tetapi juga dari aparatur desanya, jika pun diberi dengan alasan uang “cape” alangkah baiknya aparatur desa tersebut menolaknya.
Dengan ini masyarakat harus berani menolak atau bahkan melaporkan jika ada pihak desa memungut biaya dalam pembuatan surat yang seharusnya tidak dikenakan biaya. Jangan sampai peristiwa tersebut terus berlarut hingga menjadi kebiasaan, aparatur desa tentu sudah memiliki gaji dan tidak seharusnya melakukan pungli.
Mari bersama-sama mewujudkan birokrasi desa yang good governance mulai dari tindakan kecil untuk menolak dan mencegah setiap perbuatan pungli. ( TIM – SDN)